Jember, 2 Agustus 2019
Petani tembakau Jember perlu mewaspadai penyakit Green Tobacco Sickness (GTS). Penyakit ini terjadi akibat penyerapan nikotin melalui kulit saat petani bekerja di lahan tembakau yang basah tanpa menggunakan alat pelindung diri. Seseorang yang terserang penyakit GTS akan menderita sakit kepala, mual, muntah, gatal-gatal, luka di kulit hingga lemas. Peringatan ini disampaikan oleh Dewi Rokhmah, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember saat membacakan orasi ilmiahnya berjudul Pendekatan Promosi Kesehatan Masyarakat Dalam Pencegahan Green Tobacco Sickness (GTC) Menuju Pencapaian SDGs dalam acara Dies Natalis FKM ke 17 di kampus setempat (2/8).
Menurut dosen yang akrab dipanggil Dewi ini, nikotin dalam daun tembakau yang basah karena embun atau air hujan, akan terserap ke pori-pori kulit petani. “Dari kajian yang ada, satu tanaman tembakau memiliki konsentrasi nikotin dalam daun-daunnya sebesar 9 miligram, yang jika terkena embun atau air hujan maka akan terabsorsi menjadi kurang lebih 600 mililiter nikotin. Jika seorang petani tembakau saat bekerja bersentuhan dengan daun tembakau selama sehari penuh tanpa alat pelindung diri, maka itu sama saja dengan menghisap 36 batang rokok dalam sehari, “ jelas Dewi.
Khusus untuk petani tembakau di Jember dan daerah di sekitarnya, perlu mewaspadai penyakit GTS pasalnya Jember memiliki curah hujan yang cukup tinggi antara 1.969 milimeter hingga 3.394 milimeter, dengan kelembapan yang cukup tinggi berkisar antara 61 persen hingga 91 persen. Padahal tembakau yang dominan ditanam di Jember dan sekitarnya adalah tembakau jenis Naa-oogst yang harus dipanen jam lima pagi pada saat kondisi lahan masih berembun, membuat petani tembakau Jember lebih rentan terkena penyakit GTS.
“Faktor klimatologi ini memperbesar peluang petani tembakau di Jember menderita penyakit GTS. Dari hasil penelitian saya di tahun 2014, dari 79 persen petani tembakau yang menjadi sampel penelitian, ternyata memiliki kadar kotinin dalam darah sebesar 13,64 miligram per mililiter darah. Padahal secara normal, kotinin dalam darah hanya 2 miligram per mililiter darah,” ungkap Dewi. Untuk diketahui kotinin adalah alkaloid yang ditemukan dalam tembakau dan juga merupakan metabolit nikotin yang dominan.
Dewi Rokhmah lantas menganjurkan agar petani tembakau mengurangi potensi terkena penyakit GTS dengan disiplin menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), berupa sarung tangan karet, sepatu boot dan baju khusus bekerja di lapangan. “Penggunaan APD saat bekerja juga melindungi petani dari paparan pestisida saat membasmi hama tembakau. Sekarang tantangannya adalah bagaimana membiasakan petani tembakau kita menggunakan APD sebab selama ini sudah turun temurun terbiasa bekerja tanpa APD. Tantangan kedua, bagaimana memberikan pemahaman akan penyakit GTS kepada petani tembakau Jember yang rata-rata pendidikannya hanya tamat sekolah dasar,” pesan dosen yang fokus pada masalah kesehatan lingkungan serta Kesehatan dan Keselamatan Kerja ini.
Untuk membantu menanggulangi penyakit GTS, FKM Universitas Jember turut berperan aktif, seperti yang disampaikan oleh Irma Prasetyowati, Dekan FKM. “Kami menyebarluaskan pengetahuan mengenai bagaimana menanggulangi penyakit GTS dengan mengerahkan dosen dan mahasiswa melalui berbagai program. Diantaranya melalui kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat bagi dosen, sementara bagi mahasiswa melalui program KKN tematik,” kata Dekan FKM yang tengah mempersiapkan pembukaan program S2 dan S3 di fakultas yang dipimpinnya ini.
Orasi ilmiah Dewi Rokhmah ini juga mendapatkan apresiasi dari Moh. Hasan, Rektor Universitas Jember yang turut hadir dalam peringatan Dies Natalis FKM ke 17. Menurutnya kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh sivitas akademika FKM, khususnya dalam mengurangi penyakit GTS sudah sesuai dengan visi Universitas Jember yaitu mewujudkan pertanian industrial yang berwawasan lingkungan. “Universitas Jember bertekad terus memberikan manfaat bagi daerah sekitar khususnya Besuki Raya, sebab tujuan didirikannya perguruan tinggi negeri adalah memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya dengan berbagai cara,” pungkas Moh. Hasan. (iim/nis).
0 Comments