Jember,kabarejember.com
11 Juni2020 --Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berkoordinasi dengan kementerian lainnya dalam waktu dekat akan mengeluarkan panduan mengenai proses belajar mengajar di era New Normal.
Salah satunya adalah aturan hanya sekolah dan perguruan tinggi di daerah dengan status hijau yang boleh menggelar proses belajar mengajar secara tatap muka. Syaratnya dengan tetap mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Informasi ini disampaikan Prof. Aris Junaidi, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud kala menjadi pemateri dalam webinar yang digagas oleh FKIP Universitas Jember bekerjasama dengan Dewan Pakar Keluarga Alumni Universitas Jember (Kauje) hari Kamis (11/6).
“Insyaallah dalam waktu dekat panduannya akan diterbitkan, siang ini tengah dibahas oleh Mas Menteri bersama pejabat eselon satu di Kemendikbud. Salah satunya keputusan hanya sekolah dan perguruan tinggi di daerah dengan status hijau yang boleh menggelar belajar mengajar dengan tatap muka. Namun khusus bagi mahasiswa tingkat akhir yang tengah mengerjakan tugas akhir diberikan kesempatan untuk tetap belajar di kampus mengingat mereka harus melakukan penelitian, perlu akses ke laboratorium atau mencari referensi ke perpustakaan, dan tentunya berkonsultasi dengan pembimbingnya,” jelas Prof. Aris Junaidi. Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan tampil sebagai salah satu pembicara dalam webinar dengan tema “Menyiapkan Pendidikan untuk SDM Unggul Era Covid-19 (The New Normal)”.
Keputusan hanya memberikan ijin bagi sekolah dan perguruan tinggi di daerah hijau untuk melakukan tatap muka didukung oleh Iwan Taruna, Rektor Universitas Jember yang turut menjadi pemateri. Iwan Taruna lantas menunjukkan data dimana dari 31.796 mahasiswa aktif Universitas Jember 76 persen diantaranya berasal dari daerah di Jawa Timur yang berstatus merah. Sehingga jika proses belajar mengajar secara tatap muka dilaksanakan di Kampus Tegalboto maka dikhawatirkan kampus akan menjadi episentrum baru penularan Covid-19. “Oleh karena itu kita sangat berhati-hati dalam memutuskan akan membuka kampus atau meneruskan belajar secara daring,” kata Rektor.
Universitas Jember sendiri kini tengah mematangkan dua skenario menghadapi era New Normal. Skenario pertama adalah blended learning dimana kuliah dilakukan dengan tatap muka dan daring dengan asumsi pandemi Covid-19 sudah mereda. “Dalam skenario ini mahasiswa akan berada di kampus selama tiga bulan dan melanjutkan belajar secara daring untuk tiga bulan selanjutnya di rumah masing-masing. Namun jika ternyata pandemi Covid-19 belum mereda, maka mau tidak mau proses belajar mengajar selama satu semester akan dilakukan secara daring. Bagaimana pun juga keselamatan dan kesehatan warga kampus menjadi yang utama,” ungkap Iwan Taruna.
Sementara itu kendala dan peluang menyiapkan SDM di era New Normal menjadi bahasan dalam webinar. Seperti yang disampaikan oleh Prof. Aris Junaidi, datangnya pandemi Covid-19 mendorong e-education makin terwujud. “Kini tantangannya adalah bagaimana menyiapkan SDM yang mampu adaptif dalam era new normal. Khusus bagi perguruan tinggi bagaimana dalam mencetak lulusan melibatkan proses belajar mengajar yang menitikberatkan pada penggunaan teknologi canggih namun sekaligus berpusat pada manusia yang mengutamakan proses pendidikan dengan cara interaktif, komunikasi dua arah, kolaboratif dan didasari semangat long life learning,” tutur Prof. Aris Junaidi.
Tantangan era new normal juga disampaikan oleh Prof. Dafik, Dekan FKIP Universitas Jember. Menurutnya untuk transfer ilmu pengetahuan dan teknologi mungkin bisa dilakukan secara daring, tetapi kompetensi terkait praktek, sikap dan nilai masih membutuhkan proses pendidikan dengan cara tatap muka. “Contohnya kami di FKIP, setiap tahun bisa mengirimkan seribuan mahasiswa untuk melaksanakan praktek mengajar di sekolah-sekolah, tetapi dengan adanya pandemi Covid-19 maka kegiatan tersebut untuk sementara ditiadakan. Padahal mahasiswa FKIP sebagai calon guru memerlukan praktek mengajar di depan kelas,” ujar pakar Teori Graph ini.
Kendala di lapangan juga diutarakan oleh Achmad Djunaidi, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo yang berpartisipasi dalam webinar. Menurutnya ada kendala yang dihadapi saat belajar daring diterapkan di Situbondo, pertama kendala topografi daerah dimana masih ada wilayah yang tidak terjangkau listrik, apalagi sinyal internet. “Kedua, belum semua guru melek teknologi informasi. Ketiga kondisi wali murid yang latar belakangnya berbeda beda, baik dari sisi ekonomi maupun pendidikan. Oleh karena itu perlu intervensi pemerintah menghadapi kendala di daerah,” katanya.
Perlunya negara hadir di era new normal disambut oleh Ketua Dewan Pakar Kauje, Prof. Siti Zuhro. Pakar politik LIPI ini menyarankan agar koordinasi dan kerjasama antara pemerintah pusat dengan daerah lebih diperkuat. Pasalnya dengan wilayah yang luas, kondisi yang berbeda, maka tidak mungkin menyamaratakan kebijakan penanganan Covid-19 untuk semua daerah di Indonesia. Termasuk dalam mengaplikasikan kebijakan pendidikan. “Harus ada evaluasi bersama antara pemerintah pusat dan daerah setelah tiga bulan penanganan pandemi Covid-19. Saya usul agar penanganan pandemi Covid-19 bermula dari desa dan kelurahan dengan memperhatikan kondisi masing-masing wilayah,” jelas Ketua Dewan Pakar Kauje ini.
Webinar kali ini diikuti oleh 451 peserta dari berbagai daerah di Indonesia, khususnya para pemerhati dan insan pendidikan. Tampil sebagai moderator adalah Ninik Rahayu, anggota Ombudsman Republik Indonesia yang juga alumnus FH Universitas Jember. Sebelumnya dalam sambutannya, Ketua Umum Kauje, M. Sarmuji mengingatkan bahwa pendidikan adalah investasi utama dalam berbangsa dan bernegara, dan menjadi tugas semua pihak untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas bagi semua rakyat Indonesia.
“Oleh karena itu Kauje bertekad untuk terus memberikan sumbang saran dan peran serta aktif dalam memajukan pendidikan Indonesia,” pungkas anggota DPR RI ini. (mia/ iim/ hms)
0 Comments